Cara tepat memotivasi karyawan belum tentu menjadi sebuah keahlian khusus yang sebenarnya wajib bagi pemimpin untuk memilikinya. Sayang sekali, masih segudang atasan pada dunia kerja yang gagal dalam memberikan inspirasi secara tepat kepada bawahannya, melainkan malah menjadi sebuah blunder.
Supaya dapat menginspirasi jajaran staff yang anda pimpin pada, mestinya kita belajar akan sejumlah langkah praktis dan sederhana dalam penerapannya. Tidak dapat kita pungkiri lagi bahwasanya bukan hanya atasan, bahkan termasuk owner perusahaan atau bos sekalipun masih kedapatan belum berhasil menerapkannya.
Ambil contoh tentang Kate Sullivan, seorang pemimpin yang sedang mengadakan acara perkumpulan bagi seluruh pekerjanya supaya ikut rapat penting. Penyelenggaranya adalah manajemen senior serta banyak menghadirkan orang penting sehingga atmosfer berubah menjadi tegang dan mencekam seketika tanpa ada seorang pun mampu berkata – kata.
Waktu itu adalah tahun 2008, saat krisis finansial melanda seluruh dunia besar – besaran, seluruh karyawan ketakutan menghadapi nasib mereka. Sebagai seorang pimpinan, Sullivan tanpa basa – basi mengumumkan rencana perampingan perusahaan yang mana menggeluti bidang penerbitan majalah maupun buletin.
Pada pengumuman tersebut, Sullivan menyatakan terpaksa membekukan gaji sementara serta harus memecat satu karyawan setiap 10 orang. Ia berkata bahwa keputusan ini adalah kesalahan karyawan itu sendiri, seraya melanjutkan bahwa siapapun yang masih ingin bertahan harus melipat gandakan pekerjaannya.
Cara Tepat Memotivasi Karyawan Tanpa Memberikan Ancaman
Daripada menggunakan cara tepat memotivasi karyawan, Sullivan malah memilih untuk memberikan ancaman kepada seluruh staffnya saat itu. Alih – alih termotivasi, moral karyawan merosot hingga menuju titik terendahnya, sehingga pekerjaan justru menjadi semakin tertunda dan tidak produktif karena merasakan tekanan berlebihan.
Akhirnya Sullivan mengalah dan mencoba untuk memikirkan jalan lain sebagai solusi dalam rangka meningkatkan motivasi karyawan yang ingin bermain live casino. Setelah membaca beberapa buku pengembangan diri dan kepemimpinan, Sullivan mengganti metode penyampaiannya dan menghindari kalimat yang mengandung intimidasi.
Permulaan kata, ia menyampaikan bahwa divisi mereka baru saja menorehkan prestasi kata mampu mencatatkan keuntungan di tengah krisis. Sullivan melanjutkan bahwa ini merupakan saat paling tepat bagi tim mereka untuk bersinar, sembari membuktikan kepada atasan bahwasanya mereka pantas berada di kelompok utama pemimpin perusahaan.
Sullivan termasuk salah satu pemimpin yang beruntung sebagai dampak dari perubahan sikapnya dalam menangani bawahan secara signifikan. Ia pun semenjak itu naik jabatan menjadi sebuah direktur konten pada perusahaan Publishing TKC, New York, dan seluruh tim intinya masih bertahan ikut dengannya membantu melalui masa paceklik.
Seringkali ketika seorang atasan hendak mengadakan inisiatif untuk memberikan inspirasi malah terjadi kesalahpahaman yang membuat segalanya menjadi makin fatal. Ketimbang memotivasi karyawan karena mengira sedang memberikan cara mudah bangkit dari keterpurukan atas sebuah masalah, ia justru menjadi penyebab utama kekacauan semakin carut marut.
Menyeimbangkan Keadaan Adalah Hal Kompleks
Cara tepat memotivasi karyawan semestinya kita mulai dengan memahami bahwa keseimbangan kondisi merupakan sebuah hal rumit serta kompleks. Para manajer elit di perusahaan multinasional sudah sewajarnya melek terhadap fenomena ini, jangan sampai menutup mata dan menyepelekan keadaan yang nantinya berkembang bagaikan sebuah efek bola salju.
Berdasarkan penelitian, mayoritas sosok pemimpin yang naik jabatan kebanyakan tidak sesuai dengan kapasitasnya untuk memimpin sebuah kelompok. Bukan hanya tidak cakap dalam memimpin, mereka juga menggunakan metode tidak terpuji dan melanggar etika seperti mengancam ataupun mengintimidasi bawahannya.
Satu – satunya cara untuk menyelesaikan masalah sebelum menjadi makin runyam yaitu adalah dengan mengadakan pelatihan mengenai kepemimpinan. Jangan sampai wewenang menjadikan seseorang untuk bertindak superior hingga kebal peraturan, sehingga membuat karyawan merasakan ketimpangan sosial atas perilaku tersebut.
Hukum perusahaan juga seringnya tajam ke bawah dan tumpul ke atas, persis seperti suasana pengadilan pemerintahan Indonesia yang tidak netral. Kalau uang sudah berbicara, hukum dan keadilan pun bisa dibeli dan ini masih menjadi sebuah momok ataupun borok dalam sebuah sistem perusahaan yang mesti dibasmi.
Sebelum semuanya terlanjur mengakar dan menjadi sebuah racun yang menjalar ke setiap jengkal aspek perusahaan, kita harus kompak menanggulanginya. Apabila sudah sampai ke tahap akut, hanya tinggal menunggu waktu sampai perusahaan tersebut mati dijemput ajalnya oleh malaikat maut dan tidak akan pernah bangkit lagi selamanya.